Makam para Kunang-Kunang

Baru saja saya selesai menonton film”Grave of The Fireflies (1988)”. Mungkin ini terdengar sangat klasik sekali bagi yang sudah menonton film ini, tapi saya tidak bisa menyembunyikan kesedihan saya. Saya menangis setelah menontonnya sehingga tidak sadar saya seperti orang depresi melamun kurang lebih 10 menit, mungkin ini film yang membuat saya menangis sampai parah sekali. Untung saya menonton sendirian, saya menangis terseduh-seduh seperti ada orang yang sangat saya cintai meninggal.

Di mulai dari adegan pertama dimana yang menurut saya sangat sadis, jujur, kejam, apalagi yang harus saya katakan, dalam situasi peperangan dunia II. Tidak ada lagi yang bisa diharapkan selain penderitaan.

Disebuah stasiun kereta api Setsuko terbaring meninggal dan juga sekaligus sebagai narator menceritakan kematiannya pada tanggal 21 September 1945. Menceritakan kisah kakak beradik yaitu Seita sebagai kakak dan adiknya yaitu bernama Setsuko, saat mereka berdua terpisah dengan ibunya menuju tempat pengungsian karena daerah sekitarnya akan ada serangan udara.Setelah menyelamatkan diri, seorang wanita memanggil Seita untuk melihat keadaan ibunya yang sudah sekarat terkena serangan bom. Disinilah saya mulai mengeluarkan air mata. Kondisi ibu Seita sangat parah sekali sampai sudah tidak bisa dikenali, Seita dengan tegar melihat ibunya sekarat, dan beberapa saat kemudian ibunya meninggal dan di kremasi.

Mulailah perjalanan Seita dan adiknya menuju tempat bibinya, dengan membawa abu kremasi ibunya Seita belum siap memberitahu tentang ibu mereka kepada Setsuko. Awal hidup bersama bibi mereka memang baik-baik saja, tapi setelah itu bibi mereka menganggap Seita dan Setsuko sebagai beban hidup. Dengan hati yang marah, keras dan gengsi Seita dan  Setsuko pergi dari rumah itu. Seita dan Setsuko mendapatkan tempat untuk berlindung dari hujan, seperti lubang perlindungan dan memutuskan tempat itu untuk mereka berdua tinggal karena mereka sudah tidak ada tempat untuk pulang.
grave-of-the-fireflies-shelter

Keluarga Seita dan Setsuko memang kaya, Ayah mereka adalah seorang kapten angkatan laut. Ibu mereka juga menyimpan uang di bank cukup banyak, tapi cukup cepat juga untuk dihabiskan Seita dan Setsuko untuk keperluan sehari-hari. Seita mulai menjadi seorang pencuri demi mencukupkan gizi untuk sang adik, dan membuat Seita dihajar sampai babak belur dan dibawa ke kantor polisi. Adegan ini juga sukses membuat saya menangis, ternyata Setsuko mengikuti sang kakak ke kantor polisi. Setelah keluar dari tempat tersebut Setsuko yang melihat kakaknya yang sudah babak belur menanyakan dimana yang sakit yang dialami Seita dan Setsuko menawarkan untuk memanggilkan dokter. Melihat betapa pedulinya Setsuko, Seita pun menangis dan sontak saya juga menangis.

Hari demi hari mereka lalui, Setsuko anak yang lucu, menggemaskan, cantik dan periang mulai menandakan sakit di tubuhnya. Tubuhnya kurus sampai terlihat tulang rusuknya, terdapat bercak-bercak merah di badan karena biang keringat mungkin karena sudah lama mereka tidak mandi dengan air bersih, dan juga diare. Seita membawa Setsuko untuk memeriksakan ke dokter. Disini saya geram sekali, dokternya sangat cuek! Seita ingin memerlukan obat untuk sang adik dan jawaban dokter yaitu Setsuko butuh nutrisi dan makanan yang layak. Seita berteriak “Makanan, ha? dimana harus saya dapatkan makanan?”.

Seita kembali ke bank untuk mengambil sisa uang yang disimpan ibunya. Pada saat antrian beberapa orang mulai bercerita tentang kekalahan Jepang tanpa syarat, tentara-tentara banyak yang gugur, dan disinilah Seita sadar kenapa Ayahnya tidak membalas surat yang ia kirim karena ayahnya sudah meninggal. Seita lari untuk bertemu dengan adiknya. Dengan perasaan yang sedih, depresi dan perasaan campur aduk Seita secepatnya ingin bertemu adiknya untuk memberi makan yang layak karena sudah membeli beberapa bahan makanan.


Sesampainya di tempat perlindungan mereka, keadaan Setsuko sudah parah tubuhnya terbaring lemas dan meracau tidak karuan. Sangking menyukai permen rasa buah, dan permennya sudah habis Setsuko mengemut kelereng yang dia itu adalah permen buah.

Sekali lagi dengan tegarnya Seita mengkremasi adiknya Setsuko dan menaruh abunya di kotak permen buah kesukaan Setsuko. Seita pergi dan tidak pernah kembali ke lubang perlindungan tersebut. Dan inilah merupakan jawaban dari adegan petama di stasiun kereta api, ternyata setelah kepergian Seita dari lubang perlindungan ternyata kehidupan Seita berakhir menjadi gelandangan.

Dan adegan yang terakhir bertemunya arwah Seita dan Setsuko duduk bersama di sebuah bukit dan memandangi keadaan kota di Jepang pada masa modern.

The end.

Ini yang menjadi hal menarik saat menonton film animasi. Ceritanya pasti akan terngiang-ngiang di pikiran saya meskipun ending filmnya benar-benar berakhir dan tidak gantung ceritanya tapi tetap saya ingin tahu apa yang akan selanjutnya terjadi.

Film ini mendapatkan rasa simpati dan empati saya mengenai bagaimana kekejaman manusia dan bagaimana keadaan orang-orang yang sedang menghadapi masalah peperangan. Warga sipil seperti bayi, anak-anak, orang tua, wanita yang tidak memiliki kesalahan yang pada saat itu tidak berdaya tidak tahu harus melakukan apa kelaparan kedinginan dan menjadi korban peperangan.

Saya tidak tahu apakah saya akan menonton film animasi ini lagi. Film ini sangat bagus dan tergambarkan secara real bagaimana keadaan perang zaman dulu. Karena tergambarkan secara real, saya menjadi tidak tega untuk melihat film ini lagi dan melihat keluarga Seita dan Setsuko meninggal dengan menyedihkan.

Terakhir film ini patur untuk ditonton dan terima kasih Studio Ghibli.

Leave a comment